WhoKilledTheInternet: Mengapa Kita Kehilangan Kendali Online

Internet dulu digambarkan sebagai ruang bebas, demokratis, dan terbuka di mana semua orang memiliki suara yang sama. Awalnya, siapa pun dengan koneksi internet dapat mengakses informasi, berbagi ide, dan berpartisipasi dalam percakapan global. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, internet telah berubah drastis. Banyak yang bertanya-tanya: siapa yang membunuh internet? Lebih tepatnya, mengapa kita seolah kehilangan kendali atas dunia online yang dulunya terasa bebas ini?

Salah satu faktor utama adalah konsentrasi kekuatan di tangan segelintir perusahaan besar. Raksasa teknologi seperti Google, Meta (Facebook), Amazon, dan TikTok sekarang menguasai sebagian besar ekosistem digital. Algoritme mereka menentukan konten apa yang kita lihat, iklan apa yang muncul, bahkan opini publik yang terbentuk. Dengan kata lain, ruang yang seharusnya bebas kini dikurasi oleh kepentingan komersial dan algoritme yang sering tidak transparan. Akibatnya, kendali individu atas pengalaman online mereka sendiri semakin berkurang. whokilledtheinternet

Selain itu, masalah privasi menjadi sorotan utama. Data pribadi kita kini menjadi komoditas bernilai tinggi. Setiap klik, pencarian, atau interaksi di media sosial dikumpulkan dan dianalisis untuk berbagai tujuan—dari periklanan hingga prediksi perilaku konsumen. Bahkan tanpa kita sadari, data ini bisa digunakan untuk memengaruhi keputusan politik, preferensi belanja, atau bahkan opini sosial. Ketika informasi yang kita berikan setiap hari dimanipulasi untuk keuntungan pihak ketiga, dapat dikatakan bahwa kita kehilangan kendali atas identitas digital kita sendiri.

Fenomena misinformasi dan disinformasi juga menjadi bagian dari masalah ini. Internet awalnya dijanjikan sebagai platform yang memungkinkan penyebaran informasi secara cepat dan terbuka. Namun, tanpa regulasi yang efektif, berita palsu dan teori konspirasi dapat menyebar lebih cepat daripada klarifikasi atau fakta. Algoritme media sosial cenderung memperkuat konten yang memicu emosi, bahkan jika informasi tersebut salah. Akibatnya, pengguna menjadi korban dari sistem yang seharusnya memberdayakan mereka, bukan menyesatkan.

Selain itu, munculnya “walled gardens” atau ekosistem tertutup semakin membatasi kebebasan online. Aplikasi dan platform tertentu membangun lingkungan yang terkontrol, di mana pengguna hanya dapat berinteraksi sesuai aturan yang ditetapkan perusahaan. Misalnya, pesan hanya bisa dikirim melalui aplikasi tertentu, sementara konten tertentu dibatasi berdasarkan kebijakan internal platform. Konsep internet terbuka semakin tersingkir oleh model bisnis yang menekankan kontrol dan monetisasi data.

Namun, semua ini bukan berarti kita sepenuhnya tanpa harapan. Kesadaran akan masalah ini mulai tumbuh di kalangan pengguna, pembuat kebijakan, dan peneliti teknologi. Ada gerakan yang mendorong desentralisasi internet, penggunaan perangkat lunak open-source, dan regulasi yang lebih ketat terkait privasi dan transparansi algoritme. Pendekatan ini bertujuan mengembalikan sebagian kendali ke tangan pengguna dan memperkuat prinsip-prinsip demokratis yang menjadi fondasi internet sejak awal.

Pertanyaannya kini bukan hanya siapa yang membunuh internet, tetapi apakah kita bersedia bertindak untuk menghidupkannya kembali. Setiap keputusan yang kita buat—dari platform yang kita gunakan hingga informasi yang kita bagikan—memiliki dampak jangka panjang pada kebebasan digital kita. Internet bukan sekadar jaringan teknologi; ia adalah ruang sosial dan politik yang mencerminkan nilai-nilai masyarakat kita. Jika kita ingin mengembalikan kendali, langkah pertama adalah menyadari masalah ini, lalu menuntut transparansi, etika, dan inovasi yang benar-benar memberdayakan pengguna.

Internet yang kita kenal mungkin telah berubah, tetapi bukan berarti kekuatannya hilang sepenuhnya. Dengan kesadaran, literasi digital, dan tindakan kolektif, kita masih bisa menghidupkan kembali semangat internet terbuka dan bebas—sebuah ruang di mana kendali ada di tangan kita, bukan hanya di tangan segelintir perusahaan besar.

Leave a Comment

Scroll to Top